P
|
ada suatu hari di
saat pelantikan Bantara di sebuah sekolah kejuruan swasta di kota X provinsi Y.
Senior sedang memberikan beberapa nasihat kepada junior mereka di tingkat
pertama.
Senior 1 : “…. Kurang lebihnya saya mohon maaf, sekian
yang dapat saya
sampaikan
dan terimakasih atas perhatian kalian”
“Hikss…..hikss….”,
terdengar suara tangis dari sudut ruangan
Senior 2 :”Sudahlah dik, jangan menangis lagi toh
pembinaannya sudah selesai”,
katanya
pelan sembari menepuk-nepuk bahu seorang siswi yang duduk
dipojok.
Siswi 1 : “Hiks… hiks”
Senior 3 : “R
mungkin kamu terlalu keras padanya tadi, jadi dia menangis”, katanya
merasa
bersalah.
Senior 2 : “Lho mas, memangnya saya ngomong apa ke
dia? Perasaan saya malah
berusaha
menenangkannya. Coba panggilkan ketua”, katanya.
Merasa bingung ia
memutuskan untuk memanggil ketua pelantikan.
Senior 3 : “Maaf ketua, ada siswi yang menangis dari
kelas 1-3, ia tak mau
menjawab
ketika ditanyai R”, lapornya.
Senior 1 : “Ck, urusan begini saja harus ketua yang
turun tangan”, sungutnya.
Bersamaan mereka
menuju ruang kelas 1-3.
Senior 1 : “Dik, sebenarnya ada apa. Kamu itu kan
tanggung jawab kami ketika
mengikuti
pelantikan”, katanya mencoba bersabar.
Siswi 2 :
“Sudahlah D, jangan menangis terus”, katanya menghibur.
Siswi 1 : “Hikss… hikss… hikss…”, tetap tak bergeming.
Senior 1 : “Dik, ceritakan saja apa masalahmu. Insyaallah kakak bantu kalau kakak
bisa.
Apa kami terlalu kasar atau menyinggung perasaan adik.”
Siswi 1 : “Maaf kak…” (Mengusap air matanya) “Air
mata saya jatuh
sendiri…karena….”
Senior 1 : “Karena apa dik?”
Siswi 1 : “Karena tadi sewaktu kakak menyampaikan
renungan suci, W siswa
kelas
sebelah kentut lalu untuk menutupinya ia menarik kursi hingga
tasnya
terjatuh menimpa kaki teman di sebelahnya, jadi saya tertawa
hingga
menangis begini kak…”, jelasnya tanpa rasa bersalah.
No comments:
Post a Comment